Selasa, 29 November 2011

LANDASAN TEORI BAYI BARU LAHIR DENGAN ASFIKSIA


PENGERTIAN
Asfiksia Neonatorum adalah suatu keadaan BBL yang gagal bernafas spontan dan teratur segera setelah lahir (Hutehinson, 1967).
Keadaan ini disertai dengan hipoksia, hiperkapnia dan berakhir dengan asidosis. Hipoksia yang terdapat pada penderita asfiksia ini merupakan faktor terpenting yang dapat menghambat adaptasi BBL terhadap kehidupan ekstra uterin
(Grabiel Duc, 1971).
Asfiksia Neonatorum berarti keadaan bayi yang tidak dapat bernafas spontan dan teratur, sehingga dapat menurunkan O2 dan makin meningkatkan CO2 yang menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan lebih lanjut. Tujuan melakukan tindakan terhadap bayi asfiksia adalah melancarkan kelangsungan pernafasan bayi yang sebagian besar terjadi pada waktu persalinan
(Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana, 319).

PENYEBAB
Penyebab secara umum dikarenakan adanya gangguan pertukaran gas atau pengangkutan O2 dari ibu ke janin, pada masa kehamilan, persalinan atau segera setelah lahir.
Toweil (1966), penyebab kegagalan pernafasan pada bayi :
A. Faktor Ibu
1.   Hipoksia ibu, baik karena gangguan fisik maupun psikologi
2.   Usia ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun
3.   Gravida empat atau lebih
4.   Sosial ekonomi rendah
5.   Penyakit pembuluh darah ibu yang mengganggu pertukaran gas janin, misalnya : hipertensi, hipotensi, gangguan kontraksi uterus, dan lain-lain.


B. Faktor Flasenta
            1.   Plasenta tipis
            2.   Plasenta kecil
            3.   Plasenta tak menempel
            4.   Solutio plasenta
            5.   Pendarahan plasenta
            6.   Dan lain-lain
C. Faktor Janin / Neonatus
            1.   Prematur
            2.   IUGR
            3.   Gemelli
            4.   Tali pusat menumbung
            5.   Kelainan kongenital
            6.   Dan lain-lain
D. Faktor Persalinan
            1.   Partus lama
            2.   Partus tindakan
(Asuhan Kesehatan Anak Dalam Konteks Keluarg;  76)

KLASIFIKASI ASFIKSIA
Tanda (Score)
0
1
2
  1. Appearense (color)
      (warna kulit)

P.      Pulse (Heart rate)
      (denyut nadi)
  1. Grimase (reflex irritability in respon to stimulatio of sole of foot)

  1. Activity (muscletone)
(tonus otot)
Q.     Respiratio (respriratory effect
      (Pernafasan)
Blue Pale


Absent

No Response





Limp


Absent
Body pink extremities blue

Below 100

Grimace





Some flexion of extremities

Slow, irreguler
Completely


Over 100

Cry





Active motion


Strong cry

a.       Asfiksia berat (Nilai APGAR 0-3)
Memerlukan resusitasi segera setelah aktif dan pemberian oksigen terkendali, karena selalu disertai asidosis, maka perlu diberikan natrikus bikarbonaa 7,5 % dengan dosis 2,4 ml per kg berat badan; dan cairan glukosa 40 % 1-2 ml per kg berat badan, diberikan via vena umbilikus.
b.      Asfiksia ringan sedang (Nilai APGAR 4-6)
Memerlukan resusitasi dan pemberian oksigen sampai bayi dapat bernafas normal
c.       Bayi normal atau sedikit asfiksia (Nilai APGAR 7-9)
d.      Bayi normal dengan nilai APGAR 10.

DIAGNOSIS
In Utero :
-         DJJ irreguler dan frekuensinya lebih dari 160 atau kurang dari 100 kali per menit
-         Terdapat mekoneum dalam air ketuban ( letak kepala )
-         Analisa air ketuban ( amnioskopi )
-         Kardiotukografi
-         Ultrasonografi
Setelah bayi lahir :
-         Pernafasan cuping hidung
-         Pernafasan lambat ( < 30 x / menit ) dan tidak teratur
-         Nadi cepat
-         Cyanosis
-         Nilai APGAR kurang dari 6
-         Tangisan lemah bahkan tidak menangis
-         Warna kulit pucat atau biru
-         Tonus otot lemah atau terkulai
-         Denyut jantung perlahan ( < 100 x / menit ) bahkan tidak ada
-         Reflek tidak ada atau hanya sedikit
( Sinopsis Obstetri ; 428 – 429 )

PENATALAKSANAAN
1.      Mencegah kehilangan panas dan mengeringkan tubuh bayi
-         Alat pemancar panas telah diaktifkan sebelumnya sehingga tempat meletakkan bayi hangat
-         Bayi diletakkan dibawah alat pemancar panas, tubuh dan kepala bayi dikeringkan dengan menggunakan handuk atau selimut hangat (apabila diperlukan penghisapan mekonium, dianjurkan untuk menunda pengeringan tubuh yaitusetelah mekoneum dihisap dari trakea)
-         Untuk bayi sangat kecil (berat badan kurang dari 1500 gr) atau apabila suhu ruangan sangat dingin dianjurkan menutup bayi dengan sehelai plastik tipis yang tembus pandang)

2.      Meletakkan bayi dalam posisi yang benar
-         Bayi diletakkan terlentang dialas yang datar, kepala lurus dan leher sedikit tengadah (ekstensi)
-         Untuk tetap mempertahankan agar leher tetap tengadah, letakkan handuk atau selimut yang digulung dibawah bahu bayi, sehingga bahu bayi terangkat ¾ sampai 1 inci (2-3 cm)

3.      Membersihkan jalan nafas
-         Kepala bayi dimiringkan agar cairan berkumpul di mulut dan tidak di faring bagian belakang
-         Mulut dibersihkan terlebih dahulu dengan maksud :
a.             Cairan tidak teraspirasi
b.            Hisapan pada hidung akan menimbulkan pernafasan megap-megar (gasping)
-         Apabila mekoneum kental dan bayi mengalami depresi harus dilakukan penghisapan dari trakea dengan menggunakan pipa endotrakea (pipa ET)

4.      Menilai bayi
Penilaian bayi dilakukan berdasarkan 3 gejala yang sangat penting bagi kelnjutan hidup bayi :
  1. Menilai usaha nafas
-         Apabila bayi bernafas spontan dan memadai, lanjutkan dengan menilai frekuensi denyut jantung
-         Apabila bayi mengalami apnu atau sukat bernafas (megap-megap atau gasping) dilakukan rangsangan taktil dengan menepuk-nepuk atau menyentil telapak kaki bayi atau menggosok-gosok punggung bayi sambil memberikan oksigen
-         Apabila setelah beberapa detik tidak terjadi reaksi atau rangsangan taktil, mulailah pemberian UTP (ventilasi tekanan positif)
-         Pemberian oksigen harus berkonsentrasi 100% (yang diperoleh dari tabung oksigen). Kecepatan aliran oksigen paling sedikit 5 liter/menit. Apabila sungkup tidak tesedia, oksigen 100 % diberikan melalui pipa yang ditutupi tangan diatas muka bayi dan aliran oksigen tetap terkonsentrasi pada muka bayi. Untuk mencegah kehilangan panas dan pengeringan mukosa saluran nafas, oksigen yang diberikan perlu dihangatkan dan dilembabkan melalui pipa berdiameter besar
  1. Menilai frekuensi denyut jantung bayi (DJJ)
-         Segera setelah menilai usaha bernafas dan melakukan tindakan yang diperlukan, tanpa memperhatikan pernafasan, apakah spontan, normal atau tidak, segera dilakukan penilaian frekuensi DJJ
-         Apabila frekuensi DJJ lebih dari 100/menit dan bayi bernafas spontan, dilanjutkan dengan menilai warna kulit
-         Apabila frekuensi DJJ kurang dari 100/menit, walaupun bayi bernafas spontan, menjadi indikasi untuk dilakukan UTP
-         Apabila detak jantung tidak terdeteksi, epinefrin harus segera diberikan dan pada saat yang sama UTP dan komprasi dada diberikan
  1. Menilai warna kulit
-         Penilaian warna kulit dilakukan apabila bayi bernafas spontan dan frekuensi DJJ lebih dari 100/menit
-         Apabila terdapat sianosis sentral, oksigen tetap dberikan
-         Apabila terdapat sianosis perifer, Oksigen tidak perlu diberikan. Sianosis perifer disebabkan oleh karena peredaran darah yang masih lambat, antara lain karena suhu ruang bersalin yang dingin, bukan akibat hipoksemia.

5. Ventilasi Tekanan Positif (VTP)
Urutan langkah berikut adalah urutan langkah bagi fasilitas pelayanan kesehatan yang mempunyai balon resusitasi. Bagi fasilitas pelayanan kesehatan yang tidak mempunyai alat tersebut seperti Puskesmas atau bidan, dapat melakukan resutasi dengan alat sungkup atau tabung.
  1. Pastikan bayi diletakkan dalam posisi yang benar
  2. Agar VTP efektif, kecepatan ventilasi dan tekanan ventilasi harus sesuai
  3. Kecepatan ventilasi sebaiknya 40 – 60 kali / menit
  4. Tekanan ventilasi yang dibutuhkan adalah sebagai berikut. Nafas pertama setelah lahir, membutuhkan : 30 – 40 cm H2O. Setelah nafas pertama, membutuhkan : 15 – 20 cm H2O. Bayi dengan kondisi atau penyakit paru-paru yang berakibat turunnya compliance, membutuhkan 20 – 40 cm H2O. Tekanan ventilasi hanya dapat diatur apabila digunakan balon yang mempunyai pengukur tekanan.
  5. Observasi gerak dada bayi
Adanya gerak dada bayi turun naik merupakan bukti bahwa sungkup terpasang dengan baik dan paru-paru mengembang. Bayi seperti menarik nafas dangkal. Apabila dada bergerak maksimum, bayi seperti menarik nafas panjang, menunjukkan paru-paru terlalu mengembang yang berarti tekanan yang diberikan terlalu tinggi. Hal ini dapat menyebabkan paeumotoraks.
  1. Observasi gerak perut bayi
Gerak perut tidak dapat dipakai sebagai pedoman ventilasi yang efektif. Gerak perut mungkin disebabkan masuknya udara kelambung.
  1. Penilaian suara nafas bilateral
Suara nafas didengar dengan menggunakan stetoskop. Adanya suara nafas dikedua paru-paru merupakan indikasi bahwa bayi mendapat ventilasi yang benar.
  1. Observasi pengembangan dada bayi
Apabila dad terlalu berkembang, kurangi tekanan dengan mengurangi meremas balon. Apabila dada kurang berkembang, mungkin disebabkan oleh salah satu penyebab : perlekatan sungkup kurang sempurna , arus udara terhambat, tidak cukup tekanan.

Menilai frekuensi DJJ pada saat VTP
-         Frekuensi DJJ dinilai setelah selesai melakukan ventilasi 15 – 2- detik pertama.
-         Frekuensi DJJ dihitung dengan cara menghitung jumlah DJJ dalam 6 detik dikalikan 10, sehingga diperoleh frekuensi jantung per menit.
-         Frekuensi DJJ bayi dibagi dalam 3 kategori, yaitu :
~   Lebih dari 100 kali per ment
~   Antara 60 – 100 kali per menit
~   Kurang dari 60 kali per menit
-         Apabila DJJ > 100 kali per menit
Bayi mulai bernafas spontan. Dilakukan rangsangan taktil untuk merangsang frekuensi dan dalamnya pernafasan VTP dapat dihentikan, oksigen arus bebas diberikan. Kalau wajah bayi tampak merah, oksigen dapat dikurangi secara bertahap. Apabila pernafasan spontan dan adecuat tidak terjadi, VTP dilanjutkan.




-         Apabila DJJ antara 60 – 100 kali per menit
VTP dilanjutkan dengan memantau frekuensi DJJ. Apabila frekuensi DJJ < 80 kali per menit, dimulai kompresi dada (harus dilakukan ditingkat pelayanan kesehatan yang lebih tinggi).
-         Apabila DJJ < 60 kali per menit
VTP dilanjutkan. Periksa ventilasi apakah adelcuat dan oksigen yang diberikan benar 100 % dan segera lakukan rujukan.

Jika cara-cara diatas belum berhasil dan nilai APGAR pada menit ke lima belum mencapai normal, persiapkan bayi untuk dirujuk ke rumah sakit. Jelaskan pada keluarga bahwa bayi harus dirujuk kerumah sakit.
Tanda-tanda bayi yang memrlukan rujukan setelah resusitasi :
-         Frekuensi pernafasan < 30 kali per menit atau > 60 kali per menit.
-         Adanya retraksi interkostal
-         Bayi merintih (bising nafas ekspirasi) atau megap-megap (bising nafas inspirasi)
-         Tubuh bayi pucat atau kebiruan
-         Bayi lemas.
Namun, bila bayi gagal bernafas setelah 20 menit tindakan resusitasi dilakukan maka hentikan upaya tersebut. Biasanya bayi akan mengalami gangguan yang berat pada susunan syaraf pusat dan kemudian meninggal. Berikan dukungan moril secara hati-hati kepada keluarga.
Jika resusitasi berhasil, lanjutkan dengan perawatan bayi baru lahir.
(Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal ; 352 – 355)

EVALUASI JIKA RESUTASI BERHASIL
Setelah berhasil melakukan resutasi maka bayi sangat rentan terhadap :
  1. Terhadap Hiportemia
    1. Selama melakukan resutasi
    2. Masukkan langsung pada inkubator, sehingga hilangnya panas dapat dikurangi

  1. Gangguan pernafasan
a.       Paru
b.      Pneumatoraks
c.       Penyakit membran hialin
d.      Aspirasi mekonium
e.       Infeksi pneumonia
  1. Gangguan susunan saraf pusat
    1. Terjadi depresi
    2.  Gangguan menelan atau makan
    3. IQ rendah atau turun akibat kerusakan sel otak
    4. Dapat terjadi konvulsi
  2. Muntah-muntah
    1. Aspirasi mekonium atau darah
  3. Terjadi hipoglikemia
    1. Perlu perhatian karena dapat merusak metabolisme
    2. Merusak sel otak dan jantung
  4. Perut kembung
Karena O2 masuk kedalam usus atau lambung
(Pengantar Kuliah Obstetri ; 852)

TAMBAHAN PENGOBATAN PADA NEONATUS
Tambahan pengobatan khusus neonatus adalah :
  1. Tetes mata untuk menghindari kemungkinan infeksi gonorhoea.
  2. Pemberian vitamin K untuk menghindari kemungkinan pendarahan

Pemberian tetes mata sangat penting dilakukan untuk menghindari kemungkinan infeksi gonorrhoea yang dapat menyebabkan kebutaan seumur hidup.
Obat-obatan yang digunakan :
1.      Salep mata tetrasiklin 1 %
2.      Tetes mata gentamisin 3 %
3.      Nitras argentii 1 % (jarang digunakan)

Pemberian vitamin K, pada sebagian besar bayi akan mengalami kekurangan vitamin K, setelah tiga hari umurnya sehingga pemberiannya diperlukan untuk menghindari kemungkinan pendarahan :
  1. Gastrointestinal
  2. Pendarahan di intrakranial
  3. Pendarahan di kulit

Pendarahan agak lambat mungkin terjadi setelah mendaptkan ASI, mulai minggu keempat sampai keenam, yang terjadi pada tempat yang sama. Pemberian vitamin K dapat dilakukan :
  1. Segera setelah lahir 1,0 mg / IN
  2. Segera setelah lahir 1,0 mg / drop oral
  3. Setelah berumur :
-         3 – 4 hari
-         6 – 7 minggu
Dengan demikian, bayi akan berkurang kemungkinannya untuk mendapatkan pendarahan. Vitamin K berkaitan dengan faktor pembekuan darah II, VII, IX dan X. Dengan demikian vitamin K, maka faktor tersebut akan aktif untuk menghindari kemungkinan pendarahan.
(Pengantar Kuliah Obstetri ; 852)

Selamat Datang Di Blog Bidan

Pembukaan

disamping adalah form untuk menjadi member blog saya!banyak keuntungan yang anda dapatkan jika mendaftar diblog saya!

Penutupan

Terimakasih telah mendaftar diblog saya!

Login member

Lupa password?

Belum member?Daftar sekarang!