Minggu, 27 November 2011

KEHAMILAN DENGAN INFEKSI HERPES


BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
     Infeksi TORCH (Toxoplasma, Rubella, Cytomegalo dan Herpes Simplex-virus) pada wanita hamil sering kali tidak menimbulkan gejala atau asimtomatik, tetapi dampak serius bagi janin yang dikandungnya.Toxoplasmosis pada wanita hamil dapat menyebabkan berbagai kelainan pada fetus. Pada infeksi rubella, penelitian epidemiologi di India, menunjukan bahwa wanita usia subur rentan untuk terkena infeksi ini. Infeksi pada saat hamil dapat menyebabkan kelainan kongenital pada 10-54% kasus. Virus sitomegalo (CMV) pada individu dewasa sering kali asimtomatik, tetapi pada kehamilan gejala klinis yang timbul menjadi lebih berat. Infeksi oleh CMV berkaitan dengan keadaan sosioekonomi yang rendah. Sedangkan virus herpes pada saluran reproduksi wanita hamil menjadi sumber transmisi HSV ke janin pada trimester pertama kehamilan berkaitan dengan peningkatan kejadian abortus spontan dan malformasi kongenital.
     Infeksi maternal oleh organisme yang menyebabkan TORCH seringkali sulit didiagnosis akibat gejala klinis yang seringkali tidak muncul. Oleh karena itu, pemahaman penegakan diagnosis infeksi akut TORCH pada kehamilan yang didasari pada hasil pemeriksaan serologi harus dipahami agar tidak terjadi over diagnosis pada pasien.
     Tulisan berikut akan membahas infeksi TORCH pada kehamilan, patofisiologi, penegakan diagnosis, penanganan terkini dan komplikasi yang dapat ditimbulkan baik pada wanita hamil maupun janin atau neonates, serta upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah kejadian tersebut.
1.2  Tujuan
Mahasiswa dapat mengerti tentang infeksi  yang menyertai kehamilan ibu dan bagaimana cara mengatasinya.





BAB II
ISI DAN PEMBAHASAN

2.1 INFEKSI VIRUS HERPES PADA KEHAMILAN
Infeksi herpes virus hominis pada orang dewasa biasanya ringan.  Walaupun demikian, penyakit ini dapat menyebabkan kematian janin dan bayi.  Pada bayi dapat dijumpai gelembung-gelembung pada kulit di seluruh badan, atau pada konjungtiva dan selaput lendir mulut.  Kematian bayi dapat pula disebabkan oleh ensefalitis herpes virus.
Virus tipe II dapat menyebabkan herpes genitalis dengan gelembung-gelembung berisi cairan di vulva, vagina, dan servik, yang disebabkan oleh herpes simplex virus (HSV) sehingga sering disebut herpes simplek. Herpes simplek ditularkan melaluin hubungan seksual
(fahmi.syaiful,1997,Penyakit Menular Seksual,Jakarta:Fakultas kedokteran UI,hal 110)
Sebagian besar infeksi oleh virus herpes simpleks tipe 2 (HSV-2) tidak menunjukan gejala klinis atau hanya memberikan gejala ringan, sehingga wanita yang mengalami infeksi HSV-2 cenderung tidak mencari pertolongan medis dan oleh karena itu seringkali tidak terdiagnosis. Prevalensi infeksi virus HSV-2 pada wanita usia produktif di Amerika diperkirakan sebesar 25% dan dari seluruh populasi yang terinfeksi hanya sekitar 25% yang mengeluh adanya gejala, seperti nyeri, gatal, dan erupsi vesikoulseratif.
Penurunan imunitas tubuh yang terjadi selama kehamilan menyebabkan seorang wanita rentan terinfeksi HSV-2. Pada saat kelahiran, dilaporkan 2% dari wanita dengan serologi HSV-2 positif mengalami gejala klinis. Infeksi asimptomatik dapat terdeteksi pada 1-2% dari populasi wanita hamil melalui isolasi virus dan 20% dengan metode diagnostic polymerase chain reaction (PCR).
Kejadian infeksi herpes genital primer selama kehamilan diperkiran sebesar 2% dan di antara wanita dengan serologi HSV-2 negatif tetapi memiliki pasangan seksual yang seropositive terhadap HSV-2, 13% akan mengalami infeksi herpes genital pada saat kelahiran. Hampir 2/3 kasus herpes genital yang terjadi selama kehamilan tidak bergejala. Herpes neonatal merupakan komplikasi yang memberikan dampak klinis cukup berat bagi neonates. Insidens kejadian ini bervariasi di seluruh dunia, berkisar antara 1 dalam 2000-15.000 kelahiran hidup. Episode pertama infeksi herpes genital pada trimester akhir kehamilan memberikan kemungkinan infeksi pada neonates yang lebih besar karena hamper seluruh herpes neonatal terjadi akibat kontak langsung selama proses persalinan.
(Nelwan,Erni.2008.Penyakit-Penyakit pada Kehamilan Peran Seorang Internis.Jakarta:InternaPublishing.hal 307)

2.2 Patogenesis
Virus ini menginfeksi melalui dermis dan epidermis dari kulit atau mukosa yang mengalami abrasi. Pada saat terjadi infeksi proses berlangsung secara subklinis. Infeksi terjadi pada ujung saraf sensoris atau otonom. Proses penyebaran virus di tubuh dapat terjadi secara lokal dan sistemik. Saat seseorang terinfeksi maka respon imun selular dan humoral akan teraktivasi. Berat ringannya penyakit juga ditentukan oleh respon ini. Seseorang yang memiliki efek pada respon imun dapat mengalami infeksi herpes berulang. Demikian pula dengan kondisi kehamilan yang merupakan kondisi imunokompromis, sehingga risiko untuk terkena infeksi herpes juga lebih tinggi.
Infeksi virus herpes simpleks tipe 1 (HSV-1) lebih sering ditransmisikan ke janin, dan lesi yang ditimbulkan pada neonatus terbatas pada kulit, mata dan membran mukosa, sementara infeksi oleh HSV-2 lebih menyebar dan dapat menginvasi sistem saraf pusat sehingga menyebabkan gangguan perkembangan di kemudian hari.
2.3 Penegakkan Diagnosis
Anamnesis dan pemeriksaan fisik tidak dapat dijadikan pegangan dalam mendiagnosis infeksi HSV, karena infeksi ini seringkali asimptomatik dan lesi pada genital yang mungkin ada tidak khas mengarah ke infeksi HSV. Diagnosis infeksi HSV dapat ditegakkan dengan uji polymerase chain reaction (PCR) untuk mendeteksi keberadaan DNA virus di saluran reproduksi. Metode diagnostik ini lebih disukai ketimbang isolasi virus dengan kultur, karena sensitivitas dan spesifitasnya yang lebih tinggi. Namun karena biaya yang mahal, uji diagnostik dengan PCR saat ini penggunaannya relatif terbatas. Pemeriksaan titer antibodi spesifik terhadap virus herpes simpleks dapat dilakukan untuk mengidentifikasi individu yang terinfeksi, walaupun spesifisitasnya tidak spesifik terhadap tipe virus tertentu dan hasil yang didapat seringkali membingungkan.
(Nelwan,Erni.2008.Penyakit-Penyakit pada Kehamilan Peran Seorang Internis.Jakarta:InternaPublishing.hal 307)

2.4 Terapi
Penularan kepada anak dapat terjadi melalui:
a.       Hematigen melalui plasenta
b.      Akibat penjalaran ke atas dari vagina ke janin apabila ketuban pecah
c.        Melalui kontak langsung pada waktu bayi lahir
Diagnosis tidak sulit yaitu apabila terdapat gelambung-gelambung di daerah alat kelamin, ditemukannya benda-benda inklusi intranuklear yang khas di dalam sel-sel epitel vulva, vagina atau servik setelah dipulas menurut papanicolau, memberi kepastian dalam diagnosis.
Herpes genitalis merupakan infeksi virus yang senantiasa bersifat kronik, recurrent, dan dapat dikatakan sulit diobati.  Sampai saat ini hanya satu cara pengobatan herpese yang cukup efektif, yaitu antivirus yang disebut acyclovir.  Obat-obat analgetik dipakai untuk mengurangi rasa nyeri di daerah vulva.  Acyclovir dalam kehamilan tidak dianjurkan, kecuali bila infeksi yang terjadi merupakan keadaan yang mengancam kematian ibu, seperti adanya ensefalitis, pneumonitis, dan atau hepatitis, dimana acyclovir dapat diberikan secara IV. 
(www.infeksi.com/articles.php?lng=in&pg=1263)
Bila pada kehamilan timbul herpes simplek perlu mendapat perhatian yang serius, karena melalui plasenta virus dapat masuk ke sirkulasi fetal serta dapat menimbulkan kerusakan atau kematian pada janin. Infeksi neonatal mempunyai angka mortalitas 60% , separuh yang hidup menderita cacat neurologis atau kelainan pada mata. Bila transmisi terjadi pada kehamilan trimester I cebderung terjadi abortus atau malformasi congenital berupa mikroinsefali, sedangkan trimester II terjadi prematuritas. Pada bayi baru lahir dari ibu yang manderita herpes simplek akan mengalami kelinan berupa hepatitis, infeksi berat, ensefalitis, keratokonjungtivitis, erupsi kulit berupa vesikel herpetiformis dan bahkan busa lahir mati.
(fahmi.syaiful,1997,Penyakit Menular Seksual,Jakarta:Fakultas kedokteran UI,hal 113)
SC dianjurkan pada wanita yang pada saat kelahiran menunjukkan gejala-gejala akut pada genetalia, untuk menghindari penularan akibat kontak langsung.  Karena bila dengan persalinan pervaginam 50% bayi akan mengalami infeksi.  Pada pasca persalinan, ibu yang menderita herpes aktif harus diisolasi.  Bayinya dapat diberikan untuk menyusui bila ibu telah cuci tangan mengganti baju yang bersih. 

2.5 Penatalaksanaan
1.      Untuk ibu hamil
Ibu hamil yang menderita herpes simplek genitals primer dalam 6 minggu terakhir masa kehamilannya dianjurkan untuk SC sebelum atau dalam 4 jam pecahnya ketuban.
2.      Untuk bayi lahir dari ibu dengan herpes simplek
banyak  runah sakit yang menganjurkan untuk mangisolasi bayi baru lahir dari ibu yang mengalami herpes simplek. Bayi harus diawasi ketat selama 1 bulan pertama kehidupannya. Untuk bayi dengan ibu herpes simplek dan melalui pervaginam harus diberikan profilaksis asiklovir intravena selama 5-7 hari dengan dosis 3x10 mg/kgBB/hari.
(fahmi.syaiful,1997,Penyakit Menular Seksual,Jakarta:Fakultas kedokteran UI,hal 118,119)










BAB III
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Penyakit menular seksual yang disebabkan oleh virus herpes simpleks tipe I atau tipe II yang ditandai adanya vesikel yang berkelompok di atas kulit yang sembab dan merah. Vesikel ini paling sering terdapat di sekitar mulut, hidung, daerah genital dan bokong, walaupun dapat juga terjadi di bagian tubuh lain.
Terdapat 2 jenis virus herpes simpleks yang menginfeksi kulit, yaitu HSV-1 dan HSV-2. HSV-1 merupakan penyebab dari luka di bibir (herpes labialis) dan luka di kornea mata (keratitis herpes simpleks); biasanya ditularkan melalui kontak dengan sekresi dari atau di sekitar mulut. HSV-2 biasanya menyebabkan herpes genitalis dan terutama ditularkan melalui kontak langsung dengan luka selama melakukan hubungan seksual.
Pengaruh herpes genital pada kehamilan. Virus dapat sampai ke sirkulasi fetal melalui plasenta dan dapat menyebabkan kerusakan dan kematian janin, Infeksi neonatal ( 0-20 hari) angka mortalitasnya 60% jika dapat bertahan hidup setengahnya mempunyai kemungkinan cacat neurologis yang nantinya juga berpengaruh pada pertumbuhan dan perkembangan serta menyebabkan kelainan mata, dapat menyebabkan kelainan ensefalitis, mikro/hidrosephalus, koriodorenitis, keratokonjungtivitis, serta dapat menyebabkan abortus dan prematuritas.

Selamat Datang Di Blog Bidan

Pembukaan

disamping adalah form untuk menjadi member blog saya!banyak keuntungan yang anda dapatkan jika mendaftar diblog saya!

Penutupan

Terimakasih telah mendaftar diblog saya!

Login member

Lupa password?

Belum member?Daftar sekarang!